IBRAHAIM BIN AD-HAM
Sumber dari Kitab Tadzkirotul Auliya Karya Fariduddin Attar
LEGENDA MENGENAI DIRI IBRAHAM BIN AD-HAM
Ibrahim bin Ad-ham adalah raja Balkh
yang sangat luas daerah kekuasaannya. Kemana pun ia pergi, empat puluh buah
pedang emas dan empat puluh buah tongkat kebesaran emas diusung di depan dan di
belakangnya. Pada suatu malam ketika ia tertidur di kamar istananya,
langit-langit kamar berderik-derik seolah-olah ada seseorang yang sedang
berjalan di atas atap. Ibrahim terjaga dan berseru “Siapakah itu?!”
“Seorang sahabat”, terdengar sebuah
sebutan. “untaku hilang dan aku sedang mencarinya di atas atap ini.”
“Goblok, engkau hendak mencari unta
di atas atap?” seru Ibrahim.
“Wahai manusia yang lalai.” Suara
itu menjawab. “Apakah engkau hendak mencari Allah dengan berpakaian sutera dan
tidur di atas ranjang emas?”.
Kata-kata ini sangat menggetarkan
hati Ibrahim. Ia sangat gelisah dan tidak dapat meneruskan tidurnya. Ketika
hari telah siang. Ibrahim kebali ke ruang pertemuan dan duduk di atas
singgasananya sambil berpikir-pikir, bingung dan sangat gundah. Para menteri
telah berdiri di tempat masing-masing dan hamba-hamba telah berbaris sesuai
dengan tingkatan mereka. Kemudian dimulailah pertemuan terbuka.
Tiba-tiba seorang lelaki berwajah
menakutkan masuk ke dalam ruangan pertemuan itu. Wajahnya sedemikian menyeramkan
sehingga tak seorang pun di antara anggota-anggota maupun hamba-hamba istana
yang berani menanyakan namanya. Semua lidah menjadi kelu. Dengan tenang lelaki
tersebut melangkah ke depan singgasana.
“Apakah yang engkau inginkan?” tanya
Ibrahim.
“Aku baru saja sampai di
persinggahan ini”, jawab lelaki itu.
“Ini bukan sebuah persinggahan para
kafilah. Ini adalah istanaku. Engkau sudah gila,” Ibrahim menghardik.
“Siapakah pemilik istana ini sebelum
engkau?” tanya lelaki itu.
“Ayahku”, jawab Ibrahim.
“Dan sebelum ayah mu?”
“Ayah dari kakekku!”
“Dan sebelum dia?”
“Kakek dari kakekku!”.
“Ke manakah mereka sekarang ini?”,
tanya lelaki itu.
“Mereka telah tiada. Mereka telah
mati,” jawab Ibrahim.
“Jika demikian, bukankah ini sebuah
persinggahan yang dimasuki oleh seseorang dan ditinggalkan oleh yang lainnya?”.
Setelah berkata demikian lelaki itu
hilang. Sesungguhnya ia adalah Khidir as. Kegelisahan, dan kegundahan hati
Ibrahim semakin menjadi-jadi. Ia dihantui bayang-bayang di siang hari dan
mendengar suara-suara di malam hari; keduanya sama-sama membingungkan.
Akhirnya, karena tidak tahan lagi, pada suatu hari berserulah Ibrahim :
“Persiapkan kudaku! Aku hendak pergi
berburu. Aku tak tahu apa yang telah terjadi terhadap diriku belakangan ini. Ya
Allah, kapan semua ini akan berakhir?”.
Kudanya telah dipersiapkan lalu
berangkatlah ia berburu. Kuda itu dipacunya menembus padang pasir, seolah-olah
ia tak sadar akan segala perbuatannya. Dalam kebingungan itu ia terpisah dari
rombongannya. Tiba-tiba terdengar olehnya sebuah seruan : “Bangunlah.”
Ibrahim pura-pura tidak
mendengar seruan itu. Ia terus memacu kudanya. Untuk kedua kalinya
suara itu berseru kepadanya, namun Ibrahim tetap tak memperdulikannya. Ketika
suara itu untuk ketiga kalinya berseru kepadanya, Ibrahim semakin memacu
kudanya. Akhirnya untuk yang ke empat kali, suara itu berseru : “Bangunlah,
sebelum engkau ku cambuk!”
Ibrahim tidak dapat mengendalikan
dirinya. Saat itu terlihat olehnya seekor rusa. Ibrahim hendak memburu rusa
itu, tetapi binatang itu berkata kepadanya : “Aku disuruh untuk memburumu.
Engkau tidak dapat menangkap ku. Untuk inikah engkau diciptakan atau inikah
yang diperintahkan kepadamu?”
“Wahai, apakah yang menghadang
diriku ini?” seru Ibrahim. Ia memalingkan wajahnya dari rusa tersebut. Tetapi
dari pegangan di pelana kudanya terdengar suara yang menyerukan kata-kata yang
serupa. Ibrahim panik dan ketakutan. Seruan itu semakin jelas karena Allah Yang
Maha Kuasa hendak menyempurnakan janji-Nya. Kemudian suara yang serupa berseru
pula dari mantelnya. Akhirnya sempurnalah seruan Allah itu dan pintu surga
terbuka bagi Ibrahim. Keyakinan yang teguh telah tertanam di dalam dadanya.
Ibrahim turun dari tunggangannya. Seluruh pakaian dan tubuh kudanya basah oleh
cucuran air matanya. Dengan sepenuh hati Ibrahim bertaubat kepada Allah.
Ketika Ibrahim menyimpang dari jalan
raya, ia melihat seseorang gembala yang mengenakan pakaian dan topi terbuat
dari bulu domba. Sang pengembala sedang menggembalakan sekawanan ternak.
Setelah diamatinya ternyata si gembala itu adalah sahayanya yang sedang
menggembalakan domba-domba miliknya pula. Kepada si gembala itu, Ibrahim
menyerahkan mantelnya yang bersulam emas, topinya yang bertahtahkan batu-batu
permata beserta doma-domba tersebut, sedang dari si gembala itu Ibrahim meminta
pakaian dan topi bulu domba yang sedang dipakainya. Ibrahim lalu mengenakan
pakaian dan topi bulu milik si gembala itu dan semua malaikat menyaksikan
perbuatannya itu dengan penuh kekaguman.
“Betapa megah kerjaan yang diterima
putera Adam ini,” malaikat-malaikat itu berkata, “ia telah mencampakan pakaian
keduniawian yang kotor lalu menggantinya dengan jubah kepapaan yang megah.”
Dengan berjalan kaki, Ibrahim
mengelana melalui gunung-gunung, dan padang pasir yang luas sambil meratapi
dosa-dosa yang pernah dilakukannya. Akhirnya sampailah ia di Merv. Di sini
Ibrahim melihat seorang lelaki terjatuh dari sebuah jembatan. Pastilah ia akan
binasa dihanyutkan oleh air sungai.
Dari kejauhan Ibrahim berseru : “Ya
Allah, selamatkanlah dia!.”
Seketika itu juga tubuh lelaki itu
berhenti di udara sehingga para penolong tiba dan menariknya ke atas. Dan
dengan terheran-heran mereka memandang kepada Ibrahim. “Manusia apakah ia itu.”
Seru mereka.
Ibrahim meninggalkan tempat itu dan
terus berjalan sampai ke Nishapur. Di kota Nishapur Ibrahim mencari sebuah
tempat terpencil di mana ia dapat tekun mengabdi kepada Allah. Akhirnya
ditemuinyalah sebuah gua yang dikemudian hari menjadi amat termasyhur. Di dalam
gua itulah Ibrahim menyendiri selama sembilan tahun, tiga tahun pada
masing-masing ruang yang terdapat di dalamnya. Tak seorang pun yang tahu apakah
yang telah dilakukannya baik siang maupun malam di dalam gua itu, karena hanya
seorang manusia luar biasa perkasanya yang sanggup menyendiri di dalam gua itu
pada malam hari.
Setiap hari kamis, Ibrahim memanjat
keluar dari gua tersebut untuk mengumpulkan kayu bakar, Keesokan paginya
pergilah ia ke Nishapur untuk menjual kayu-kayu itu. Setelah melakukan shalat
Jum’at ia pergi membeli roti dengan uang yang diperolehnya. Roti itu separuhnya
diberikannya kepada pengemis dan separuhnya lagi untuk pembuka puasanya.
Demikianlah yang dilakukannya setiap pekan.
Pada suatu malam di musim salju,
Ibrahim sedang berada dalam ruang pertapaannya, Malam itu udara sangat dingin
dan untuk bersuci Ibrahim harus memecahkan es. Sepanjang malam badannya
menggigil, namun ia tetap melakukan shalat dan berdoa hingga fajar menyingsing.
Ia hampir mati kedinginan. Tiba-tiba ia teringat pada api. Di atas tanah
dilihatnya ada sebuah kain bulu. Dengan kain bulu itu sebagai selimut ia pun
tertidur. Setelah hari terang benderang barulah ia terjaga dan badannya terasa
hangat. Tetapi segeralah ia sadar bahwa yang disangkanya sebagai kain bulu itu
adalah seekor naga dengan biji mata berwarna merah darah. Ibrahim panik
ketakutan dan berseru :
“YA Allah, Engkau telah mengirimkan
makhluk ini dalam bentuk yang halus, tetapi sekarang terlihatlah bentuk
sebenarnya yang sangat mengerikan. Aku tak kuat menyaksikannya.”
Naga itu segera bergerak dan
meninggalkan tempat itu setelah dua atau tiga kali bersujud di depan Ibrahim.
IBRAHIM BIN AD-HAM PERGI KE MEKKAH
Ketika kemasyhuran
perbuatan-perbuatannya tersebar luas, Ibrahim meninggalkan gua tersebut dan
pergi ke Mekkah. Di tengah padang pasir, Ibrahim berjumpa dengan seorang tokoh
besar agama yang mengajarkan kepadanya Nama Yang Teragung dari Allah dan
setelah itu pergi meninggalkannya. Dengan Nama Yang Teragung itu Ibrahim menyeru
Allah dan sesaat kemudian tampaklah olehnya Nabi Khidir as.
“Ibrahim”, kata Nabi Khidir kepadanya,
“Saudaraku, Daud-lah yang mengajarkan kepadamu Nama Yang Teragung itu.”
Kemudian mereka berbincang-bincang
mengenai berbagai masalah. Dengan seizin Allah, Khidir adalah manusia pertama
yang telah menyelamatkan Ibrahim.
Mengenai kelanjutan-kelanjutan menuju
Mekkah Ibrahim mengisahkan, sebagai berikut : “Setibanya di Dzatul
Irq, kudapati tujuh puluh orang yang berjubah kain perca tergeletak mati dan
darah mengalir dari lubang telinga mereka. Aku berjalan mengitari mayat-mayat
tersebut, ternyata salah seorang di antaranya masih hidup.
“Anak muda, apakah yang telah terjadi?”
aku bertanya kepadanya.
“Wahai anak Adam,” jawabnya padaku,
“Beradalah di dekat air dan tempat shalat, janganlah menjauh agar engkau tidak
dihukum, tetapi jangan pula terlalu dekat agar engkau tidak celaka. Tidak
seorang manusia pun boleh bersikap terlampau berani di depan Sultan. Takutilah
sahabat yang membantai dan memerangi para peziarah ke tanah suci seakan-akan mereka
itu orang-orang kafir Yunani. Kami ini adalah rombongan sufi yang menembus
padang pasir dengan berpasrah kepada Allah dan berjanji tidak akan mengucapkan
sepatah kata pun di dalam perjalanan, tidak akan memikirkan apa pun kecuali
Allah, senantiasa membayangkan Allah ketika berjalan maupun istirahat, dan
tidak peduli kepada segala sesuatu kecuali kepada-Nya.
Setelah kami mengarungi padang pasir
dan sampai ke tempat di mana para peziarah harus mengenakan jubah putih, Khidir
as. Datang menghampiri kami. Kami mengucapkan salam kepadanya dan Khidir
membalas salam kami. Kami sangat gembira dan berkata “Alhamdulillah,
sesungguhnya perjalanan kita telah diridhai Allah, dan yang mencari telah
mendapatkan yang dicari, karena bukankah manusia suci sendiri telah datang
untuk menyambut kita’. Tapi, saat itu juga berserulah sebuah suara di dalam
diri kami: “Kalian pendusta dan berpura-pura! Demikianlah kata-kata dan janji
kalian dahulu? Kalian lupa pada Ku dan memuliakan yang lain. Binasalah kalian!
Aku tidak akan membuat perdamaian dengan kalian sebelum nyawa kalian ku cabut
sebagai pembalasan dan sebelum darah kalian ku tumpahkan dengan pedang
kemurkaan!” Manusia-manusia yang engkau saksikan terkapar di sini, semuanya
adalah korban dari pembalasan itu. Wahali Ibrahim, berhati-hatilah engkau!
Engkau pun mempunyai ambisi yang sama. Berhati-hatilah atau menyingkirlah
jauh-jauh!.”
Aku sangat gemetar mendengar kisah
itu. Aku bertanya kepada nya :”Tetapi mengapakah engkau tidak turut dibinasakan?”
“Kepadaku dikatakan : Sahabat-sahabatmu
telah matang sedang engkau masih mentah. Biarlah engkau hidup beberapa saat
lagi dan segera akan menjadi matang. Setelah matang engkau pun akan menyusul
mereka.”.
Setelah berkata demikian ia pun
menghembuskan nafasnya yag terakhir.
oooOOOooo
Empat belas tahun lamanya Ibrahim
mengarungi padang pasir, dan selama itu pula ia selalu berdoa dan merendahkan
diri kepada Allah. Ketika, hampir sampai ke kota Mekkah, para
sesepuh kota hendak menyambutnya, Ibrahim mendahului rombongan agar ridak
seorang pun dapat mengenali dirinya. Hamba-hamba yang mendahului para sesepuh
tanah suci melihat Ibrahim, tetapi karena belum pernah bertemu dengannya,
mereka tak mengenalnya. Setelah Ibrahim begitu dekat, para sesepuh itu berseru
: “Ibrahim bin Ad-ham hampir sampai. Para sesepuh tanah suci telah datang
menyambutnya.”
“Apakah yang kalian inginkan dari si
bid’ah itu?” tanya Ibrahim kepada mereka. Mereka langsung meringkus Ibrahim dan
memukulinya.
“Para sesepuh tanah suci sendiri
datang menyambut Ibrahim tetapi engkau menyambutnya bid’ah?” hardik mereka.
“Ya, aku katakan bahwa dia adalah seorang
bid’ah”, Ibrahim mengulangi ucapannya.
Ketika mereka meninggalkan dirinya,
Ibrahim berkata pada dirinya sendiri: “Engkau pernah menginginkan agar para
sesepuh itu datang menyambut kedatanganmu, bukankah telah engkau peroleh
beberapa pukulan dari mereka? Alhamdulillah, telah kusaksikan betapa engkau
telah memperoleh apa yang engkau inginkan!”
Ibrahim menetap di Mekkah. Ia selalu
dikelilingi oleh beberapa orang sahabat dan ia memperoleh nafkah dengan memeras
keringat sebagai tukang kayu.
IBRAHIM DIKUNJUNGI OLEH PUTERANYA
Ketika berangkat dari Balkh, Ibrahim
bin Ad-ham meninggalkan seorang putera yang masih menyusui. Suatu hari, setelah
si putera telah dewasa, ia menanyakan perihal ayahnya kepada ibunya.
“Ayahmu telah hilang!”. Si ibu
menjelaskan.
Setelah mendapat penjelasan ini, si
putera membuat sebuah maklumat bahwa barang siapa yang bermaksud menunaikan
ibadah haji, diminta supaya berkumpul. Empat ribu orang datang memenuhi
panggilan ini. Kemudian ia lalu memberikan biaya makan dan unta selama dalam
perjalanan kepada mereka itu. Ia sendiri memimpin rombongan itu menuju kota
Mekkah. Dalam hati ia berharap semoga Allah mempertemukan dia dengan ayahnya.
Sesampainya di Mekkah, di dekat pintu Masjidil Haram, mereka bertemu dengan
serombongan sufi yang mengenakan jubah kain perca.
“Apakah kalian mengenal Ibrahim bin
Ad-ham?” si pemuda bertanya kepada mereka.
“Ibrahim bin Ad-ham adalah sahabat
kami. Ia sedang mencari makanan untuk menjamu kami.”
Pemuda itu meminta agar mereka sudi
mengantarkannya ke tempat Ibrahim saat itu. Mereka membawanya ke bagian kota
Mekkah yang dihuni oleh orang-orang miskin. Di sana dilihatnya betapa ayahnya
bertelanjang kaki dan tanpa menutup kepala sedang memikul kayu bakar. Air
matanya berlinang tapi ia masih dapat mengendalikan diri. Ia lalu membuntuti
ayahnya sampai ke pasar. Sesampainya di pasar si ayah mulai berteriak-teriak :
“Siapakah yang suka membeli barang yang halal dengan barang yang halal?!”
Seorang tukang roti menyahuti dan
menerima kayu api tersebut dan memberikan roti kepada Ibrahim. Roti itu
dibawanya pulang lalu disuguhkannya kepada sahabat-sahabatnya.
Si putera berpikir-pikir dengan
penuh kekuatiran : “Jika kukatakan kepadanya siapa aku, niscaya ia akan
melarikan diri.” Oleh karena itu ia pun pulang meminta nasihat dari ibunya,
bagaimana cara yang terbaik untuk mengajak ayahnya pulang. Si Ibu menasehatkan
agar ia bersabar hingga tiba saat melakukan ibadah haji.
Setelah tiba saat menunaikan ibadah
haji, sang anak pun pergi ke Mekkah. Ibrahim sedang duduk beserta sahabat-sahabatnya.
“ Hari ini di antara jama’ah haji
banyak terdapat perempuan dan anak-anak muda.” Ibrahim menasehati mereka.
“Jagalah mata kalian.”
Semuanya menerima nasehat Ibrahim
itu. Para jama’ah memasuki kota Mekkah dan melakukan thawaf mengelilingi
Ka’bah, Ibrahim beserta para sahabatnya melakukan hal yang serupa. Seorang
pemuda yang tampan menghampirinya dan Ibrahim terkesima memandanginya.
Sahabat-sahabat Ibrahim yang menyaksikan kejadian ini merasa heran namun
menahan diri sampai selesai thawaf.
“Semoga Allah mengampunimu,” mereka
menegur Ibrahim. “Engkau telah menasehati kami agar menjaga mata dari setiap
perempuan atau kanak-kanak, tetapi engkau sendiri telah terpesona memandang
seorang pemuda tampan.”
“Jadi kalian telah menyaksikan
perbuatanku itu?.”
“Ya, kami telah menyaksikannya,”
jawab mereka.
“Ketika perdi dari Balkh,” Ibrahim
mulai memberi penjelasan, “aku meninggalkan seorang anakku yang masih menyusui.
Aku yakin pemuda tadi adalah anakku sendiri.”
Keesokan harinya tanpa sepengetahuan
Ibrahim, salah seorang sahabatnya pergi mengunjungi perkemahan jama’ah dari
Balkh. Di antara semua kemah-kemah itu ada sebuah kemah yang terbuat dari kain
brokat. Di dalamnya berdiri sebuah mahligai dan di atas mahligai itu si pemuda
sedang duduk membaca al-Qur’an sambil menangis. Sahabat Ibrahim tersebut
meminta izin untuk masuk.
“Dari manakah engkau datang?”,
tanyanya kepada si pemuda.
“Dari Balkh,” jawab si pemuda.
“Putera siapakah engkau?”.
Si pemuda menutup wajahnya lalu
menangis. “Sampai kemarin aku belum pernah menatap wajah ayahku.” Katanya
sambil memindahkan a;-Qur’an yang sedang dibacanya tadi. “Walaupun demikian,
aku belum merasa pasti apakah ia ayahku atau bukan. Aku kuatir jika ku katakan
kepadanya siapa aku sebenarnya, ia akan menghindarkan diri kembali dari kami. Ayahku
adalah Ibrahim bin Ad-ham, raja dari Balkh.”
Sahabat Ibrahim lalu membawa si
pemuda bertemu dengan ayahnya. Ibunya pun turut menyertai mereka. Ketika mereka
sampai ke tempat Ibrahim, Ibrahim sedang duduk bersama sahabt-sahabatnya di
depan pojok Yamani. Dari kejauhan Ibrahim telah melihat sahabatnya datang
beserta si pemuda dan ibunya. Begitu melihat Ibrahim, wanita itu menjerit dan
tidak dapat mengendalikan dirinya lagi.
“Inilah ayahmu!.”
Semuanya gempar. Semua orang yang
berada di tempat itu serta sahabat-sahabat Ibrahim menitiskan air mata. Begitu
si pemuda dapat menguasai diri, ia segera mengucapkan salam kepada ayahnya.
Ibrahim menjawab salam anaknya kemudian merangkulnya.
“Agama apakah yang engkau anut?”,
tanya Ibrahim kepada anaknya.
“Agama Islam.”
“Alhamdulillah,” ucap Ibrahim.
“dapatkah engkau membaca al-Qur’an?,”
“Ya”, jawab anaknya.
“Alhamdulillah. Apakah engkau sudah
mendalami agama ini?”.
“Sudah”.
Setelah itu Ibrahim hendak pergi
tetapi anaknya tidak mau melepaskannya. Ibunya meraung keras-keras. Ibrahim
menengadahkan kepalanya dan berseru :
“Ya Allah, selamatkanlah diriku
ini.”
Seketika itu juga anaknya yang
sedang berada dalam rangkulannya menemui ajal.
“Apakah yang terjadi Ibrahim?”,
sahabat-sahabatnya bertanya..
“Ketika aku merangkulnya,” Ibrahim
menerangkan, “timbullah rasa cintaku kepada anakku, dan sebuah suara berseru
kepadaku : “Engkau mengatakan bahwa engkau mencintai Aku, tetapi nyatanya
engkau mencintai seorang lain di samping Aku. Engkau telah menasehati sahabat-sahabatmu
agar mereka tidak memandang wanita dan perempuan, tetapi hatimu sendiri lebih
tertarik kepda wanita dan pemuda itu!”. Mendengar kata-kata itu akupun berdoa :
“Ya Allah Yang Maha Besar, selamatkanlah diriku ini! Anak ini akan merenggut
seluruh perhatianku sehingga aku tidak dapat mencintai-Mu lagi. Cabutlah nyawa
anakku atau cabutlah nyawaku sendiri.”
Dan kematian anakku tersebut
merupakan jawaban terhadap doaku.”
ANEKDOT-ANEKDOT MENGENAI DIRI IBRAHIM BIN AD-HAM
Seseorang bertanya kepada Ibrahim
bin Ad-ham : “Apakah yang telah terjadi terhadap dirimu sehingga engkau
meninggalkan kerajaanmu?”.
“Pada suatu hari aku sedang duduk di
atas tahta dan sebuah cermin dipegangkan di hadapanku. Aku memandang cermin
itu, tiba-tiba yang terlihat olehku adalah sebuah kuburan sedang di dalamnya
tak ada teman-teman yang ku kenal. Sebuah perjalanan yang jauh terbentang di
depanku sedang aku tak punya bekal. Ku lihat seorang hakim yang adil sedang aku
tidak mempunyai seorang pun yang membela diriku. Setelah kejadian itu aku benci
melihat kerajaanku.”
“Mengapa pula engkau meninggalkan
Khurasan?”, sahabat-sahabatnya bertanya.
“Di Khurasan banyak kudengarkan
kata-kata mengenai Sahabat Sejati,” jawab Ibrahim.
“Mengapa engau tidak beristeri
lagi?”.
“Maukah seorang wanita mengambil
seorang suami yang akan membuatnya lapar dan tak berpakaian?”,
Ibrahim balik bertanya.
:Tidak!”, jawab mereka.
“Itulah sebabnya aku tidak mau
menikah lagi” Ibrahim menjelaskan. “Setiap wanita yang kunikahi akan lapar dan
bertelanjang seumur hidupnya. Bahkan seandainya sanggup, aku ingin menceraikan
diriku sendiri. Bagaimanakah aku dapat membawa seseorang yang lain di atas
pelana kudaku?”.
Kemudian ia berpaling kepada seorang
pengemis yang turut mendengarkan kata-katanya itu dan bertanya kepada pengemis
itu :
“Apakah engkau mempunyai seorang
isteri?.”
“Tidak,” jawab si pengemis.
“Apakah engkau mempunyai seorang
anak?”
“Tidak”
“Baik sekali! Baik sekali!” seru
Ibrahim.
“Mengapa engkau berkata demikian?”,
si pengemis bertanya.
“Seorang pengemis yang menikah
adalah seperti seorang yang menumpang sebuah perahu. Apabila anak-anaknya
lahir, tenggelamlah ia.”
Suatu hari Ibrahim menyaksikan
seorang pengemis sedang meratapi nasibnya.
“Aku menduga bahwa engkau membeli
pekerjaan ini dengan gratis”, kata Ibrahim kepadanya.
“Apakah pekerjaan mengemis
diperjualbelikan”, si pengemis bertanya heran.
“Sudah tentu!” jawab Ibrahim. “Aku
sendiri telah membelinya dengan kerajaan Balkh. Dan aku merasa sangat
beruntung!.”
oooOOOooo
Seseorang datang hendak memberi uang
seribu dinar kepada Ibrahim. “Terimalah uang ini”, ketanya kepada Ibrahim.
“Aku tak mau menerima sesuatu pun
dari para pengemis.”Jawab Ibrahim.
“Tetapi aku adalah seorang yang
kaya,” balas orang itu.
“Apakah engkau masih menginginkan
kekayaan yang lebih besar dari yang telah engkau miliki sekarang ini?, tanya
Ibrahim.
“Ya”, jawabnya.
“Bawalah kembali uang ini!. Engkau
adalah ketua para pengemis. Engkau bahkan bukan seorang pengemis lagi tetapi
seorang yang sangat papa dan terlunta-lunta.”.
Kepada Ibrahim dikabarkan mengenai
seorang pertapa remaja yang telah memperoleh pengalaman-pengalaman menakjubkan
dan telah melakukan disiplin yang sangat keras.
“Antarkanlah aku kepadanya karena
aku ingin sekali bertemu dengannya,” kata Ibrahim.
Mereka mengantarkan Ibrahim ke
tempat si pemuda bertapa.
“Jadilah tamuku selama tiga hari,”
si pemuda mengundang Ibrahim. Ibrahim menerima undangannya dan selama itu pula
Ibrahim memperhatikan tingkah lakunya. Ternyata yang disaksikan Ibrahim lebih
menakjubkan daripada yang telah didengarnya dari sahabat-sahabatnya. Sepanjang
malam si pemuda tidak pernah tertidur atau terlena. Menyaksikan semua ini
Ibrahim merasa iri.
“Aku sedemikian lemah, tidak seperti
pemuda ini yang tak pernah tidur dan beristirahat sepanjang malam. Aku akan
mengamati dirinya lebih seksama,” Ibrahim berkata dalam hati. “Akan ku selidiki
apakah syaithan telah masuk ke dalam tubuhnya atau apakah semua ini wajar
sebagaimana yang semestinya. Aku harus meneliti sedalam-dalamnya. Yang menjadi
inti persoalan adalah apa yang dimakan oleh seseorang.”
Maka diselidikinyalah makanan si
pemuda. Ternyata si pemuda memperoleh makanan dari sumber yang tidak halal.
“Maha Besar Allah, ternyata semua
ini adalah perbuatan syaithan,” Ibrahim berkata dalam hati.
“Aku telah menjadi tamumu selama
tiga hari,” kata Ibrahim. “Kini engkaulah yang menjadi tamuku selama empat
puluh hari!”.
Si pemuda setuju. Ibrahim
membawa si pemuda ke rumahnya dan menjamunya dengan makanan yang telah
diperolehnya dengan memeras keringatnya sendiri. Seketika itu juga kegembiraan
si pemuda hilang. Semua semangat dan kegesitannya buyar. Ia tidak dapat lagi
hidup tanpa beristirahat dan tidur. Ia lalu menangis.
“Apakah yang telah engkau perbuat
terhadapku?,” tanya si pemuda kepada Ibrahim.
“Makananmu engkau peroleh dari
sumber yang tak halal. Setiap saat syaithan merasuk ke dalam tubuhmu. Tetapi
begitu engkau menelan makanan yang halal, ketahuanlah bahwa semua hal-hal
menakjubkan yang dapat engkau lakukan selama ini adalah pekerjaan syaithan.”
oooOOOooo
Sahl bin Ibrahim berkisah: Ketika
melakukan perjalanan dengan Ibrahim bin Ad-ham aku jatuh sakit. Ibrahim menjual
segala sesuatu yang dimilikinya dan mempergunakan uang yang diperolehnya itu
untuk merawat diriku. Kemudian aku memohonkan sesuatu dari Ibrahim dan ia
menjual keledainya dan hasil penjualan itu diperuntukkannya padaku. Setelah
sembuh aku bertanya kepada Ibrahim.
“Di manakah keledaimu.”
“Telah ku jual!,” jawab Ibrahim.
“Apakah tungganganku?”, tanyaku.
“Saudaraku,” jawab Ibrahim, “naiklah
ke atas punggung ku ini.”
Kemudian ia mengangkat tubuhku ke
atas punggungnya dan menggendongku sampai ke persinggahan yang ketiga dari
tempat itu.
oooOOOooo
Setiap hari Ibrahim pergi ke luar
rumah untuk menjual tenaganya, bekerja hingga malam, dan seluruh pendapatannya
digunakan untuk kepentingan sahabat-sahabatnya. Suatu hari, ia baru membeli
makanan setelah selesai shalat ‘Isa dan kembali kepada sahabat-sahabatnya
ketika hari telah larut malam.
Sahabat-sahabatnya berkata sesama
mereka: “Ibrahim terlambat datang, marilah kita makan roti kemudian tidur. Hal
ini akan menjadi peringatan kepada Ibrahim, agar lain kali agar ia pulang lebih
cepat dan tidak membiarkan kita lama menunggu-nunggu.
Niat itu mereka laksanakan. Sewaktu
Ibrahim pulang, dilihatnya sahabat-sahabatnya sudah tertidur. Mengira bahwa
mereka belum makan dan tidur dengan perut kosong, Ibrahim lalu menyalakan api.
Ia membawa sedikit gandum. Maka dibuatnyalah panganan untuk santapan sahabat-sahabatnya
itu apabila mereka terbangun nanti, dengan demikian mereka dapat berpuasa esok
hari. Sahabat-sahabatnya terbangun, melihat Ibrahim sedang meniup api, janggutnya
menyentuh lantai dan air matanya meleleh karena asap yag mengepul-ngepul di
sekelilingnya.
“Apakah yang sedang engkau lakukan?”
tanya mereka.
“Ku lihat kalian sedang tidur,”
jawab Ibrahim. “ Ku kira kalian belum memperoleh makanan dan tertidur dalam keadaan
lapar, karena itu kubuatkan panganan untuk makanan kalian setelah bangun.
“Betapa ia memikirkan diri kita dan
betapa kita berpikir yang bukan-bukan mengenai dirinya”, mereka saling berkata.
oooOOOooo
“Sejak engkau menempuh kehidupan
yang seperti ini, apakah engkau mengalami kebahagiaan?”, seseorang bertanya
kepada Ibrahim.
“Sudah, beberapa kali”, jawab
Ibrahim. “Pada suatu ketika aku sedang berada di atas sebuah kapal dan nahkoda
tak mengenal diriku. Aku mengenakan pakaian yang lusuh dan rambutku belum
dicukur. Aku sedang berada dalam suatu ekstase spiritual (mabuk cinta dan
tenggelam dalam lautan cinta Allah-Kisahteladan.web.id)
namun tak seorang pun di atas kapal itu yang mengetahuinya. Mereka menertawai
dan memperolok-olok ku. Di atas kapal itu ada seorang pembadut. Setiap kali
menghampiriku ia menjambak rambutku dan menampar tengkukku. Pada saat itu aku merasakan
bahwa keinginanku telah tercapai dan aku merasa sangat bahagia karena dihinakan
sedemikian rupa.”
“Tanpa terduga-duga, datanglah
gelombang raksasa. Semua yang berada di atas kapal kuatir kalau-kalau mereka
akan tenggelam. “Salah seorang dari penumpang harus dilemparkan ke laut agar
muatan jadi ringan!.” Teriak juru mudi. Mereka segera meringkusku untuk
dilemparkan kelaut. Tetapi untunglah seketika itu juga gelombang mereda dan
perahu itu tenang kembali. Pada saat mereka menarik telingaku untuk dilemparkan
ke laut itulah aku merasakan bahwa keinginanku telah tercapai dan aku merasa
sangat berbahagia.”
Dalam peristiwa yang lain, aku pergi
ke sebuah masjid untuk tidur di sana. Tetapi orang-orang tidak mengijinkan aku
tidur di dalam masjid itu sedangkan aku sedemikian lemah dan letih sehingga tak
sanggup berdiri untuk meninggalkan tempat itu. Orang-orang menarik kakiku dan
menyeretku ke luar. Masjid itu mempunyai tiga buah anak tangga. Setiap kali
membentur anak tangga itu, kepalaku mengeluarkan darah. Pada saat
itu aku merasa bahwa keinginanku telah tercapai. Sewaktu mereka melemparkan
diriku ke anak tangga yang berada di bawah, misteri alam semesta terbuka
kepadaku dan aku berkata di dalam hati : “Mengapa masjid ini tidak mempunyai
lebih banyak anak tangga sehingga semakin bertambah pula kebahagianku!.”
“Dalam peristiwa lain, aku sedang
asyik dalam ekstase. Seorang pembadut datang dan mengencingiku. Pada saat itu
aku pun merasa bahagia.”
“Dalam sebuah peristiwa, aku mengenakan
sebuah mantel bulu. Mantel itu penuh dengan tuma yang tanpa ampun lagi
mengganyang tubuhku. Tba-tiba aku teringat akan pakaian bagus yang tersimpan di
dalam gudang, tetapi hatiku berseru : “Mengapa?’ Apakah semua itu menyakitkan?”
Pada saat itu aku merasa bahwa keinginanku telah tercapai!.”
oooOOOooo
Ibrahim berkisah: Pada suatu hari
ketika aku sedang mengarungi padang pasir dan aku berpasrah diri kepada Allah.
Telah beberapa hari lamanya aku tidak makan. Aku teringat kepada seorang sahabat
tetapi aku segera berkata kepada diriku sendiri, “Jika aku pergi ke tempat
sahabatku, apakah gunanya kepasrahanku kepada Allah” Kemudian aku memasuki
sebuah masjid sambil bibirku bergerak-gerak menggumamkan : “Aku telah
mempercayakan diriku kepada Dia Yang Hidup dan tak pernah mati. Tidak ada Tuhan
selain-Nya.” Sebuah suara berseru dari langit : “Maha besar Allah yang telah
menggosongkan bumi bagi orang-orang yag berpasrah diri kepada-Nya.” Aku
bertanya : “Mengapakah demikian?” Suara itu menjawab : “Betapakah seseorang
benar-benar berpasrah diri kepada Allah, melakukan perjalanan jauh demi sesuap
makanan yang dapat diberikan sembarang sahabatnya, kemudian menyatakan :Aku
telah memasrahkan diriku kepada Yang Maha Hidup dan tidak pernah mati?” Engkau
telah memberikan ucapan berpasrah kepada Allah kepada seseorang pendusta.”.
oooOOOooo
Ibrahim berkisah : Pada suatu ketika
aku membeli seorang hamba. “Siapakah namamu?”, tanyaku padanya.
“Panggilanmu terhadapku”, jawabnya.
“Apakah yang engkau makan?”
“Makanan yang kau berikan untuk kumakan.”
“Pakaian apakah yang engkau pakai.”
“Pakaian yang engkau berikan untuk
kukenakan.”
“Apakah yang engkau kerjakan?”
“Pekerjakan yang engkau perintahkan
kepadaku.”
“Apakah yang engkau inginkan?”
“Apakah hak seorang hamba untuk
menginginkan?” jawabnya. “Celakalah engkau.” Kataku kepada diriku sendiri.
“Seumur hidup engkau adalah hamba Allah. Kini ketahulah bagaimana seharusnya
menjadi seorang hamba.”
Sedemikian lamana aku menangis
sehingga aku tidak sadarkan diri.
oooOOOooo
Tak seorang pun pernah menyaksikan
Ibrahim duduk bersila.
“Menapa engkau tak pernah duduk
bersila?” tanya seseorang kepadanya.
Ibrahim menjawab : “Pada suatu hari
ketika aku duduk bersila terdengar olehku suara yang berkata kepadaku : “Wahai
anak Adam, apakah hamba-hamba duduk seperti itu di hadapan tuan mereka ?”
Segeralah aku duduk tegak dan
memohon ampunan.”
oooOOOooo
Ibrahim berkata: Pada suatu ketika
aku berjalan menempuh padang pasir sambil memasrahkan diri kepada Allah. Sudah
tiga hari lamanya aku tidak makan. Kemudian syaithan datang kepadaku dan
menggoda : “Apakah engkau meninggalkan kerajaanmu beserta kemegahan-kemegahan
yang sedemikian banyak hanya untuk pergi ke tanah suci dalam keadaan lapar
seperti ini? Sesungguhnya engkau dapat melakukan hal yang serupa tanpa
penderitaan ini.”
Setelah mendengar kata-kata syaithan
itu aku tengadahkan kepalaku dan berseru kepada Allah : “Ya Allah, apakah
Engkau lebih suka menganggkat musuh-Mu daripada sahabat-Mu untuk menyiksa
diriku? Kuatkanlah diriku karena aku tak sanggup menyeberangi padang pasir ini
tanpa pertolongan Mu.”
Maka terdengarlah olehku sebuah
seruan :
“Ibrahim, campakanlah yang di dalam
sakumu itu sehingga Kami dapat mendatangkan karunia Kami dari alam ghaib.”
Aku rogoh sakuku, kudapatkan empat
buah mata uang perak yang tanpa sengaja terbawa olehku. Begitu aku melemparkan
uang itu, si syaithan lari meninggalkan diriku dan secara ghaib di depanku
telah terhidang makanan.
oooOOOooo
Aku pernah bekerja menjaga sebuah
kebun buah-buahan. Pada suatu hari pemilik kebun itu datang kepadaku dan
berkata : “Ambilkanlah padaku beberapa buah delima yang manis rasanya.” Maka ku
ambilkan beberapa buah tetapi ternyata rasanya asam.
“Bawakanlah buah-buahan yang manis.”
Si pemilik kebun mengulangi perintahnya. Maka Ku bawakan delima sepinggan
penuh, namun buah-buahan itu asam pula rasanya.
Si pemilik kebun berseru : Masya
Allah, telah sedemikian lama engkau bekerja di kebun ini namun engkau tidak
mengenal buah delima yang telah masak.”
“Aku menjaga kebunmu namun aku tak
tahu bagaimana rasanya buah delima karena aku tak pernah mencicipinya.”
Jawabku.
Maka berkatalah si pemilik
kebun : “Dengan keteguhan yang seperti ini, aku mempunyai persangkaan bahwa
engkau adalah Ibrahim bin Ad-Ham.”
Setelah mendengar kata-kata tersebut
segeralah aku meninggalkan tempat itu.
oooOOOooo
Ibrahim mengisahkan : Pada suatu
malam, dalam sebuah mimpi kulihat Jibril turun ke bumi membawa segulung kertas
di tangannya.
Aku bertanya kepadanya : “Apakah
yang hendak engkau lakukan?”
“Aku hendak mencatat nama sahabat-sahabat
Allah.” Jawab Jibril .
“Catatlah namaku,” aku bermohon
kepadanya.
“Engkau bukan salah seorang sahabat-sahabat
Allah” jawab Jibril.
“Tetapi aku adalah seorang sahabat
dari sahabat-sahabat Allah itu,” aku memohon hampir putus asa.
Beberapa saat Jibril terdiam.
Kemudian ia berkata : “Telah kuterima sebuah perintah : “Tulislah nama Ibrahim
di tempat paling atas karena di dalam jalan ini harapan tercipta dari keputusasaan.”
oooOOOooo
Suatu hari ketika Ibrahim sedang
berada di sebuah padang pasir, seorang tentara menegurnya :
“Siapakah engkau?”
“Seorang hamba”, jawab Ibrahim.
“Manakah jalan ke perkampungan?”
tanya tentara itu itu. Ibrahim lalu menunjuk ke sebuah pemakaman.
“Engkau memperolok-olok aku,” hardik
si tentara, kemudian memukul kepala Ibrahim hingga luka dan berdarah. Setelah
itu ia mengalungkan tali ke leher Ibrahim dan menyeretnya. Beberapa orang dari
kota yang terletak di tempat kejadian itu kebetulan lewat. Menyaksikan hal ini
mereka berhenti dan berseru :
“Hai orang bodoh, orang ini adalah
Ibrahim bin Ad-ham, sahabat Allah!...
Si serdadu cepat-cepat berlutut di
depan Ibrahim bin Ad-ham, memohon agar ia dimaafkan.
“Engkau mengatakan bahwa engkau
adalah seorang hamba.” Si serdadu mencoba membela diri.
“Siapakah orang yang bukan hamba?”
tanya Ibrahim.
“Aku telah melukai kepalamu tetapi
engkau malah mendoakan keselamatanku.”
“Aku mendoakan agar engkau
memperoleh berkah karena perlakuanmu terhadap diriku,” jawab Ibrahim. “Imbalan
terhadap diriku karena perlakuanmu itu adalah surga dan aku tidak tega jika imbalan
untukmu adalah neraka.”
“Mengapakah engkau menunjukan
pemakaman ketika aku menanyakan jalan ke perkampungan?” tanya si serdadu.
Ibrahim mejawab : “Karena
semakin lama, pemakaman semakin penuh sedangkan kota semakin kosong.
oooOOOooo
Suatu hari Ibrahim bertemu dengan
seorang yang sedang mabuk. Mulutnya berbau busuk. Segera Ibrahim mengambil air
dan dibasuhnya mulut si pemabuk itu sambil berkata kepada dirinya sendiri :
“Apakah akan kubiarkan mulut yang
pernah mengucapkan nama Allah di dalam keadaan kotor. Itu namanya tidak
memuliakan Allah.”
Ketika si pemabuk siuman,
orang-orang berkata kepadanya : “Pertapa dari Khurasan telah membasuh mulutmu.”
Si pemabuk menjawab : “Sejak saat
ini aku bertaubat!.”
Setelah bertaubat demikian, Ibrahim
di dalam mimpinya mendengar sebuah seruan kepadanya :
“Engkau telah membasuh sebuah mulut
demi Allah dan Aku telah membasuh hatimu.”
oooOOOooo
Rajah berkisah : Ketika aku dan
Ibrahim sedang menumpang sebuah perahu, tiba-tiba angin topan datang menerpa
dan bumi menjadi kelam. Aku berteriak : “Perahu kita akan tenggelam!.”
“Tetapi dari langit ku dengar suara:
Jangan kuatirkan perahu akan tenggelam karena Ibrahim bin Ad-ham ada beserta
kalian.”
Segera setelah itu angin mereda dan
bumi yang kelam menjadi terang kembali.
oooOOOooo
Ibrahim menumpang perahu tetapi ia tidak
mempunyai uang. Kemudian terdengar sebuah pengumuman : “Setiap orang harus
membayar satu dinar.”
Ibrahim segera shalat sunnat dua
raka’at dan berdoa :
“Ya Allah, mereka meminta ongkos,
tetapi aku tak mempunyai uang.”
Mendadak lautan luas berubah menjadi
emas. Ibrahim mangambil segenggam dan memberikannya kepada mereka.
oooOOOooo
Suatu hari Ibrahim duduk di tepi sungai
Tigris menjahit jubah tua-nya. Jarumnya terjatuh ke dalam sungai. Seseorang
bertanya kepadanya :
“Engkau telah meninggalkan sebuah
kerajaan yang jaya, tetapi apakah yang telah engkau peroleh sebagai imbalan?”
Sambil menunjuk ke sungai Ibrahim
berseru :
“Kembalikanlah jarum ku!.”
Seribu ekor ikan mendongakkan kepala
ke permukaan air, masing-masing dengan sebuah jarum emas di mulutnya. Kepada
ikan-ikan itu Ibrahim berkata :
“Yang aku inginkan adalah jarumku
sendiri.”
Seekor ikan yang kecil dan lemah
datang mengantarkan jarum kepunyaan Ibrahim di mulutnya.
“Jarum ini adalah salah satu di
antara imbalan-imbalan yang ku peroleh karena meninggalkan kerajaan Balkh.
Sedang yang lain-lainnya belum engkau ketahui.
oooOOOooo
Suatu hari Ibrahim pergi ke sebuah
sumur. Timba diturunkannya dan ketika diangkat ternyata timba itu penuh dengan
kepingan emas. Emas-emas itu ditumpahkannya kembali ke dalam sumur. Kemudian
timba diturunkan dan ketika diangkat ternyata penuh pula dengan butiran-butiran
mutiara. Dengan jenaka mutiara-mutiara itu ditumpahkannya pula. Kemudian
Ibrahim beroda kepada Allah :
“Ya Allah, Engkau menganugerahi ku
dengan harta karun. Aku tahu bahwa Engkau Maha Kuasa,tetapi Engkau pun tahu
bahwa aku tak ingin terpesona oleh harta benda. Berilah aku air agar aku dapat
bersuci.”
oooOOOooo
Ketika Ibrahim menyertai sebuah
rombongan yang hendak berziarah ke tanah suci. Mereka berkata: “ Tak seorang
pun di antara kita yang mempunyai unta maupun perbekalan.”
“Percayalah bahwa Allah akan
menolong kita,” kata Ibrahim. Setelah diam sebentar, ia menambahkan:
“Pandanglah pohon-pohon di sana. Jika emas yang kalian inginkan, maka
pohon-pohon itu niscaya akan berubah menjadi emas.”
Dan seketika itu juga pohon-pohon
akasia itu, dengan kekuasaan Allah Yang Maha Besar, berubah menjadi emas.
oooOOOooo
Ibrahim sedang berjalan dengan
sebuah rombongan, mereka tiba di sebuah benteng. Di depan benteng itu banyak
terdapat semak belukar.
“Baiklah kita bermalam di sini
karena di tempat ini banyak semak belukar sehingga kita dapat membuat api
unggun.” Kata mereka.
Mereka pun menghidupkan api dan
duduk di sekelilingnya. Semuanya memakan roti kering ketika Ibrahim sedang
berdiri dalam shalatnya. Salah seorang di antara mereka berkata :
“Seandainya kita mempunyai daging
yang halal untuk kita panggang di atas api ini!.”
Setelah selesai shalat, Ibrahim
berkata kepada mereka: “Sudah pasti Allah dapat memberikan daging yang halal
kepada kamu sekalian.”
Setelah selesai berkata demikian
Ibrahim bangkit dan shalat kembali. Tiba-tiba terdengarlah auman seekor singa
yang menyeret keledai liar. Singa itu menghampiri mereka. Keledai itu mereka
ambil, mereka panggang untuk kemudian mereka makan sementara si singa duduk
memperhatikan segala tingkah mereka.
0 comments:
Posting Komentar