Sabtu, 06 Februari 2016

Hatim Al Asham (Si Tuli)

Abu Abdur Rahman Hatim bin Unwan al-Ashamm (“Si Tuli”) seorang pribumi Balkh, adalah murid dari Syaqiq al-Balkhi. Hatim mengunjungi Baghdad dan meninggal dunia di Wasyjard di dekat Tirmiz pada tahun 237 H/852 M.

ANEKDOT ANEKDOT MENGENAI DIRI HATIM AL ASHAM
Kelapangan hati Hatim Al Asham (Hatim Si Tuli) sangat besar, sehingga pada suatu hari didatangi seorang wanita tua mengajukan sebuah pertanyaan, pada saat itu pula secara tidak sengaja ia buang angin. Hatim berkata kepadanya.
“Berbicaralah dengan lebih keras. Pendengaranku kurang tajam.” Kata-kata ini diucapkannya agar si wanita tidak merasa malu. Si wanita kemudian melantangkan suara dan Hatim memberikan jawaban terhadap masalahnya. Selama wanita tua itu masih hidup, yaitu hampir lima belas tahun lamanya, Hatim tetap berpura-pura tuli. Hal ini dilakukan agar tidak ada seorang pun yang menyampaikan kepada si wanita mengenai keadaannya yang sebenarnya. Setelah wanita tua itu meninggal dunia barulah Hatim menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya secara spontan, sedang sebelumnya ia selalu menyela dengan kata-kata : “Berbicaralah dengan lebih keras!.” Itulah sebabnya mengapa ia dijuluki Hatim Tuli.
oooOOOooo
Pada suatu hari dalam khotbahnya di kota Balkh, Hatim Al Asham memanjatkan doa : “Ya Allah, siapa pun juga di antara jama’ah ini yang telah melakukan dosa-dosa  yang paling besar dan aniaya, dan telah melakukan perbuatan-perbuatan yang paling tercela, ampunkanlah dia.”
Di antara jama’ah itu ada seorang yang kerjanya mencari mayat. Telah banyak kuburan yang dibongkarnya dan kain kafan yang dilucutinya. Malam harinya seperti biasanya ia pun membongkar kuburan.  Ketika sedang menggali kubur  itu tiba-tiba suara dari dalam kuburan itu berseru kepadanya :
“Tidakkah engkau mempunyai malu? Pagi tadi ketika mendengarkan khotbah Hatim, engkau telah memperoleh ampunan, tetapi malam ini engkau kembali mengulangi perbuatanmu seperti yang sudah-sudah?
Ia segera melompat keluar, berlari mendapatkan Hatim. Kepada Hatim dikisahkannya pengalamannya itu dan setelah itu ia pun bertaubat.
oooOOOooo
Sa’ad bin Muhammad ar-Razi mengisahkan, telah bertahun-tahun aku menjadi murid Hatim dan selama itu baru sekali aku melihatnya dalam keadaan marah. Hatim pergi ke pasar dan di sana dilihatnya seorang pedagang sedang meringkus salah seorang langganannya sambil berteriak-teriak.
“Barangkali ia mengambil daganganku, Kemudian memakannya dan tidak mau membayar.”
Hatim segera menengahi : Tuan, bermurah hatilah!.”
“Aku tak sudi bermurah hati. Yang kuinginkan adalah uangku sendiri,” jawab si pedagang.
Segala bujukan Hatim tidak ada gunanya. Hatim menjadi marah dilepaskannya jubahnya dan dengan disaksikan orang banyak dihamparkannya jubah itu ke atas tanah. Jubah itu penuh dengan uang emas, semuanya asli tidak ada yang palsu.
“Ayo, ambillah uang ini sejumlah yang menjadi hak mu,” kata Hatim. Awas, jangan ambil lebih daripada itu. Jika tidak ingin tanganmu akan terkena sampar.”
Si pedagang mengambil uang sejumlah yang menjadi haknya. Tetapi ia tidak dapat menahan diri, sekali lagi diulurkannya tangannya hendak mengambil lebih banyak, tetapi seketika itu juga tangannya terkena sampar.
oooOOOooo
Seorang lelaki mendatangi Hatim dan berkata : “Aku adalah seorang kaya. Aku ingin memberikan sebagian dari kekayaanku untukmu dan sahabat-sahabatmu. Maukah engkau menerimanya.?”
“Aku takut apabila nanti engkau mati aku terpaksa berseru kepada Allah : “Ya Tuhan Yang Maha Memberi Nafkah, yang memberi nafkah kepadaku di atas dunia ini telah mati,” jawab Hatim.
oooOOOooo
Hatim mengisahkan : Ketika aku ikut berperang seorang tentara Turki meringkusku. Tubuhku dibantingnya dan aku hendak dibunuhnya. Tetapi aku tidak peduli dan tidak gentar. Aku hanya dapat menantikan dan menyaksikan apa yang hendak dilakukannya terhadap diriku. Ia sedang meraih pedangnya ketika sebuah anak panah menancap di tubuhnya dan ia pun jatuh tersungkur. Aku lalu bertanya :
“Engkaukah yang membunuhku, atau akulah yang membunuhmu?,”
oooOOOooo
Ketika Hatim tiba di kota Baghdad, khalifah lalu diberi tahu orang : “Pertapa dari Khurasan telah tiba.” kata mereka.
Khalifah segera memerintahkan agar Hatim dibawa ke hadapannya. Ketika memasuki istana, Hatim berseru kepada Khalifah :
“Wahai khalifah pertapa!.”
Khalifah menyahut :
“Aku bukan seorang pertapa. Seluruh dunia berada di bawah perintahku. Engkau inilah seorang pertapa.”
Hatim membalas :
“Tidak, engkaulah seorang pertapa. Allah telah berkata : “Katakanlah! Sesungguhnya kenikmatan di atas dunia ini adalah sedikit. Dan engkau cukup puas dengan yang sedikit itu. Jadi, engkaulah seorang pertapa, bukan aku. Aku tidak akan puas baik dengan dunia ini maupun dengan akhirat. Bagaimanakah aku dapat dikatakan sebagai seorang pertapa.?”


 Sumber: Kitab Tadzkirotul Auliya Karya Fariduddin Attar.

0 comments:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More