Minggu, 21 Februari 2016

Ahmad bin Khazruya

AHMAD BIN KHAZRUYA


Abu Hamid bin Khazruya al-Balkhi, seorang warga yang terkemuka di kota Balkh, mempersunting puteri yang shaleh dari gubernur kota itu. Di antara sahabat-sahabat dekatnya adalah Hatim asl-Asham dan Abu Yazid al-Bustham. Ia pergi ke Nishapur dan meninggal dunia tahun 240 H/864 M dalam usia 95 tahun.

AHMAD BIN KHAZRUYA DAN ISTERINYA
Ahmad bin Khazruya mempunyai seribu orang murid yang masing-masing dapat terbang di angkasa dan berjalan di atas air. Ahmad bin Khazruya selalu mengenakan seragam tentara. Isterinya Fatimah merupakan seorang pembimbing ke jalan kesufian. Ia adalah puteri pangeran kota Balkh. Setelah bertaubat, ia mengirim utusan kepada Ahmad bin Khazruya disertai pesan :
“Lamarlah aku kepada ayahku.”
Ahmad bin Khazruya tidak memberi jawaban, kemudian dikirimnya utusan kedua dengan pesan.
“Ahmad bin Khazruya, kusangka engkau lebih berjiwa satria daripada yang sebenarnya. Jadilah seorang pembimbing, jangan jadi seorang pembegal!.”
Maka Ahmad bin Khazruya lalu mengirimkan wakilnya untuk melamar Fatimah kepada ayahnya. Karena menginginkan keridhaan Allah, ayah Fatimah  menyerahkan puterinya kepada Ahmad bin Khazruya. Fatimah meninggalkan segala urusan dunia dan memperoleh ketenangan menyertai Ahmad bin Khazruya di dalam penyepian.
Hari demi hari mereka lalui sehingga suatu ketika Ahmad bin Khazruya bermaksud menemui Abu Yazid, Fatimah ikut serta. Ketika berhadapan dengan Abu Yazid, Fatimah membuka cadar mukanya dan turut berbincang-bincang. Ahmad bin Khazruya kesal menyaksikan kelakuan isterinya itu dan api cemburu membakar dadanya.
Fatimah, alangkah berani sikapmu ketika berhadapan dengan Abu Yazid,” tegur Ahmad bin Khazruya kepada isterinya.
“Engkau mengenal ragaku, tetapi Abu Yazid mengenal batinku. Engkau membangkit hasratku, tetapi Abu Yazid mengantarkan aku kepada Allah. Buktinya, Abu Yazid dapat hidup tanpa kutemani tetapi engkau senantiasa membutuhkan kehadiranku, jawab Fatimah.
Sikap Abu Yazid terhadap Fatimah tidak canggung. Suatu hari terlihatlah olehnya jari-jari tangan Fatimah yang berinai. Abu Yazid lalu berkata :
“Fatimah, mengapakah engkau mencat jari-jari tanganmu?”
“Abu Yazid, sebelumnya engkau tak pernah memperhatikan jari-jari tanganku yang berinai ini, karena inilah aku tak merasa canggung terhadapmu. Kini, setelah engkau memperhatikan tanganku, tak pantas lagi aku bergaul denganmu,” sela Fatimah.
Mendengar ini Abu Yazid tak mau kalah : “Aku telah meminta kepada Allah agar wanita-wanita yang terpandang oleh ku tidak lebih menggairahkan hatiku daripada dinding. Dan demikianlah yang diperbuat-Nya terhadap diri mereka dalam pandangan mataku.”
Setelah itu Ahmad bin Khazruya dan Fatimah berangkat ke Nishapur. Di sana mereka mendapat sambutan yang hangat. Suatu waktu, Yahya bin Mu’adz singgah di Nishapur sebelum meneruskan perjalanannya menuju Balkh. Ahmad bin Khazruya bermaksud menyelenggarakan pesta pesta menyambut kedatangannya, ia pun meminta pendapat Fatimah.
“Apakah yang kita perlukan untuk pesta penyambutan Yahya?.”
“Beberapa ekor lembu dan domba” jawab Fatimah, “Perlengkapan-perlengkapan, lilin-lilin dan minyak mawar. Di samping itu kita masih membutuhkan beberapa ekor keledai.”
“Apabila ada seorang pejabat yang datang untuk bersantap maka anjing-anjing tetangga pun harus mendapat bagian juga”, jawab Fatimah.
Demikianlah semangat kekesatriaan sejati Fatimah, karena itulah Abu Yazid pernah berkata :
“Jika ada yang ingin menyaksikan seorang laki-laki sejati yang bersembunyi di balik pakaian perempuan, pandanglah Fatimah!.”

AHMAD BIN KHAZRUYA BERGUMUL DENGAN BATINNYA SENDIRI
Ahmad bin Khazruya berkisah sebagai berikut :
Telah lama sekali aku menindas hawa nafsuku. Suatu hari orang-orang berangkat ke medan perang, khasratku pun timbul menyertai mereka. Batinku membisikan beberapa hadits yang menjelaskan pahala-pahala akhirat bagi yang berjuang di jalan Allah. Aku terheran-heran dan berkata dalam hati :
“Batinku biasanya tidak gampang mematuhi kehendakku. Tak seperti sekarang ini. Mungkin hal ini karena aku senantiasa berpuasa sehingga batinku tak dapat lagi menanggung lapar lebih lama dan ingin agar aku menghentikan puasaku.
Aku lalu membulatkan tekad, “Aku akan berpuasa terus menerus selama perjalanan.”
“Aku sangat setuju,” jawab batinku.
“Mungkin batinku berkata demikian karena aku bisa melaksanakan shalat di sepanjang malam dan ingin agar aku tidur dan beristirahat di malam hari.”
“Aku tidak akan tidur sebelum fajar,” tekadku pula.
“Aku sangat setuju,” jawab batinku.
Aku semakin terheran-heran. Kemudian terpikirlah olehku bahwa mungkin batinku berkata demikian karena ingin bergaul dengan orang ramai, jemu dalam kesepian dan membutuhkan hiburan.
Maka aku pun bertekad : “Kemana pun aku pergi, aku akan menyendiri dan tidak akan berkumpul bersama orang lain.
“Aku setuju sekali.” Batinku malah menyetujuinya pula.
Habislah sudah dayaku. Dengan segala kerendahan hati aku memohon kepada Allah semoga Dia berkenan menunjukan kepadaku tipu daya batinku, atau memaksa batinku untuk mengaku secara terus terang kepadaku. Maka berkatalah batinku kepadaku.
“Setiap hari dengan menindas segala keinginanku, engkau akan terbunuh, aku bebas dan seluruh dunia akan gempar dengan berita “Ahmad bin Khazruya” yang gagah perkasa telah mati terbunuh dengan mahkota syuhada di atas kepalanya.”
“Maha besar Allah yang menciptakan batin  yang munafik, baik selagi hidup maupun sesudah mati. Engkau bukanlah seorang Muslim sejati di dunia ini maupun di akhirat nanti. Aku sangka engkau ingin mentaati Allah, rupanya engkau hanya sekedar mengencangkan ikat pinggangmu,” seruku.
Sejak saat itu, aku lipat gandakan perjuangganku melawan batinku sendiri.

ANEKDOT-ANEKDOT MENGENAI DIRI AHMAD BIN  KHAZRUYA
Seorang pencuri berhasil masuk ke dalam rumah Ahmad bin Khazruya. Setiap sudut telah diperiksanya tetapi tak satupun yang ditemukannya. Dengan rasa putus asa ia hendak meninggalkan tempat itu, Ahmad bin Khazruya memanggilnya.
“Anak muda, ambillah ember itu, timbalah air dalam sumur itu, kemudian bersucilah dan shalat. Jika nanti ku dapatkan sesuatu, akan ku berikan kepadamu supaya engkau tidak meninggalkan rumah ini dengan tangan kosong.
Anak muda itu berbuat seperti yang disarankan Ahmad bin Khazruya. Ketika hari telah siang, seorang lelaki membawa seratus dinar emas untuk syeikh Ahmad bin Khazruya.
“Ambillah uang ini untuk ganjaran shalatmu tadi malam.” Ahmad bin Khazruya berkata kepada si pencuri. Sesaat itu juga tubuhnya gemetar, ia menangis dan berkata :
“Aku telah memilih jalan yang salah. Baru satu malam berbakti kepada Allah, sudah sedemikian banyaknya karunia yang dilimpahkan-Nya kepadaku.”
Si pencuri bertaubat dan kembali ke jalan Allah. Ia tidak mau menerima dinar emas tersebut dan kemudian ia menjadi salah seorang murid Ahmad bin Khazruya.
oooOOOooo
Suatu ketika Ahmad bin Khazruya mengenakan pakaian compang camping lalu mampir di persinggahan para sufi. Sebagai seorang sufi, sepenuh hati ia membaktikan diri dengan kewajiban-kewajiban spiritual. Tetapi para sufi yang berada di persinggahan itu meragukan ketulusan Ahmad bin Khazruya.
“Orang ini tidak tingggal di persinggahan ini.” Mereka berbisik kepada syeikh mereka.
Pada suatu hari Ahmad bin Khazruya pergi ke sumur dan timbanya terjatuh. Para sufi di tempat itu mencaci maki Ahmad bin Khazruya. Ahmad bin Khazruya segera berkata kepada ketua mereka dan berkata kepadanya.
“Bacalah Fatihah agar timba yang terjatuh itu keluar dari dalam sumur.”
“Permintaan apakah ini?.” Seru sang syeikh dengan heran.
“Jika engkau tidak mau, izinkanlah aku yang membacakannya,”
Syeikh lalu memberikan izin, Ahmad bin Khazruya membacakan fathihah dan timba itupun muncullah ke permukaan air. Menyaksikan kejadian ini si syeikh melepaskan topinya dan bertanya :
“Anak muda, siapakah engkau ini sebenarnya sehingga gudang gandumku hanya seperti dedak dibanding dengan sebutir gandum mu?.”
Ahmad bin Khazruya menjawab, “Sampaikan kepada sahabat-sahabatmu agar mereka menghargai musafir.”
oooOOOooo
Seorang lelaki mendatangi Ahmad bin Khazruya dan berkata : “Aku sakit dan miskin. Ajarilah aku suatu cara sehingga aku terlepas dari cobaan-cobaan ini.”
“Tuliskanlah setiap macam usaha yang engkau ketahui di atas secarik kertas. Taruhlah kertas itu di dalam sebuah kantong dan bawalah kantong itu kepadaku,” jawab Ahmad bin Khazruya.
Lelaki itu menuliskan setiap macam usaha pada sehelai kertas lalu ia masukan ke dalam sebuah kantong, kemudian di berikannya kepada Ahmad bin Khazruya. Ahmad bin Khazruya memasukan tangannya ke dalam kantong itu dan mengeluarkan secarik kertas. Ternyata di atas kertas itu tertulis perkataan “merampok”.
“Engkau harus menjadi seorang perampok,” ujar Ahmad bin Khazruya.
Lelaki itu terheran-heran, namun ia segera meninggalkan tempat itu dan bergabung dengan sekawanan perampok.
“Aku suka melakukan pekerjaan seperti ini, tetapi apakah yang harus ku lakukan?” tanyanya kepada mereka.
“Ada satu peraturan yang harus ditaati di dalam pekerjaan seperti ini,” perampok-perampok itu menerangkan. “Apa pun pekerjaan yang kami perintahkan kepadamu, harus engkau laksanakan.”
“Akan ku taati perintah kalian.” Ia meyakinkan para perampok itu.
Beberapa hari ia bergabung dengan mereka. Pada suatu hari lewatlah sebuah kafilah. Perampok-perampok itu menghadang, dan membawa salah seorang kafilah itu, yaitu seorang yang kaya raya kepada sahabat baru mereka.
“Potong lehernya,” perintah mereka.
Lelaki itu tertegun. Iapun berkata dalam hati “Kepala perampok ini telah membunuh banyak manusia. Lebih baik jika dia sendirilah yang ku bunuh daripada saudagar ini.”
“Jika engkau menghendaki pekerjaan ini, taatilah perintah kami,” kepala perampok itu berkata kepadanya. “Jika tidak, pergilah dari sini da carilah pekerjaan lain.”
“Jika harus mentaati perintah, maka perintah Allah-lah yang harus ku taati, bukan perintah perampok-perampok,” lelaki itu berkata sambil menghunus pedangnya dan melayangkannya ke leher kepala perampok, dia lepaskan saudagar tersebut dan melayanglah kepala ketua perampok itu. Melihat ini perampok-perampok lain segera mengambil langkah seribu, barang-barang rampasan kafilah itu mereka tinggalkan dan saudagar itu selamat. Si saudagar memberinya emas dan perak sedemikian banyaknya sehingga ia dapat hidup dengan tenang sesudahnya.
oooOOOooo
Pada suatu ketika Ahmad bin Khazruya menjamu seorang guru sufi. Untuk  itu Ahmad bin Khazruya menyalakan tujuh puluh batang lilin. Melihat pelayanan yang mewah ini, si guru sufi mencela.
“Aku tak senang menyaksikan semua ini. Tetek bengek seperti ini tidak ada hubungannya dengan sufisme.”
Ahmad bin Khazruya menjawab : “Jika demikian padamkanlah lilin-lilin yang telah kunyalakan bukan karena Allah.”
Sepanjang malam si guru sufi sibuk menyiramkan air dan pasir tetapi tak satupun di antara ketujuh puluh lilin itu dapat dipadamkannya. Keesokan harinya Ahmad bin Khazruya berkata kepada si guru sufi,
“Mengapa engkau begitu terheran-heran. Mari ikutilah aku, akan kutunjukan hal yang benar-benar menakjubkan.”
Mereka lalu pergi dan sampai di pintu sebuah gereja. Ketika melihat Ahmad bin Khazruya beserta sahabat-sahabatnya, pengurus gereja itu mempersilahkan mereka masuk. Kemudian ia mempersiapkan jamuan di atas meja dan mempersilahkan Ahmad bin Khazruya bersantap.
“Orang-orang yang bermusuhan tidak bersantap bersama-sama,” ujar Ahmad bin Khazruya.
“Jika demikian, Islamkanlah kami,” jawab kepala pengurus gereja itu.
Ahmad bin Khazruya mengIslamkan mereka yang semuanya berjumlah tujuh puluh orang itu. Pada malam itu Ahmad bin Khazruya bermimpi dan di dalam mimpi itu Allah berkata kepadanya :
“Ahmad, engkau telah menyalakan tuju puluh lilin untuk-Ku dan karena itu untukmu Ku nyalakan tujuh puluh jiwa dengan api iman.”


Sumber: Kitab Tadzkirotul Auliya Karya Fariduddin Attar


0 comments:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More