Minggu, 10 April 2016

Abu Sa'id Al- Kharraz

ABU SA’ID AL-KHARRAZ

Mutiara Kata: “Ayah, jangan biarkan sehelai benang pun memisahkanmu dari (mengingat) Allah.”


Abu Sa’id  Ahmad bin Isa al-Kharraz dari Baghdad adalah seorang tukang sepatu, ia telah berjumpa dengan Dzun Nun al- Mishri, dan bersahabat dengan Bisyr al-Hafi dan Sari as-Saqathi. Dialah yag dianggap telah merumuskan doktrin mistik mengenai kelepasan (dari sifat-sifat manusiawi) dan kelanjutan (di dalam sifat-sifat Ilahi). Banyak buku-buku yang telah ditulisnya dan sebagian di antaranya masih dapat diketemukan pada saat ini. Tanggal kematiannya belum dapat dipastikan, mungkin sekali antara tahun 279H/892 M dan 286H/899 M.

AJARAN ABU SA’ID AL-KHARRAZ


Abu Sa’id  al-Kharraz dijuluki sebagai “Lidah sufisme”. Dia mendapat julukan demikian karena tidak seorang pun di dalam masyarakat sufi ini yang dapat menerangkan kebenaran mistik seperti dia. Dia telah mengarang empat ratus buah buku dengan tema disasosiasi dan kekokohan dari segala macam pengaruh. Dan sesungguhnya dia adalah seorang tokoh yang sulit di cari tandingannya.

Abu Sa’id  al-Kharraz berasal dari Baghdad, pernah bertemu dengan Dzun Nun, dan bersahabat baik dengna Bisyr dan Sari as-Saqathi. Dialah tokoh sufi yang pertama sekali mengemukakan teori “Kelepasan” dan “Kelanjutan” dalam pengertian mistik dan memadarkan keseluruhan doktrinnya ke dalam kedua buah istilah ini. Theolog-theolog tertentu penganut eksoterik tidak setuju dengan ajaran-ajarannya yang pelik tersebut, dan menuduhnya telah berbuat fitnah karena ucapan-ucapan tertentu yang mereka jumpai di dalam karya-karyanya. Terutama sekali mereka mengecam “Kitab Rahasianya”, Khususnya satu bagian buku itu yang tidak dapat mereka pahami sebagaimana yang seharusnya. Di dalam bagian itulah Abu Sa’id mengatakan:

“Seorang hamba Allah yang telah kembali kepada Allah, mentautkan dirinya kepada Allah, dan berada di dekat Allah, maka ia sama sekali lupa kepada dirinya sendiri dan segala sesuatu kecuali Allah, sehingga apabila engkau bertanya kepadanya, apa yang dicarinya maka tak sesuatu pun jawaban yang diucapkannya kecuali “Allah,”Allah.”.

Bagian lain di dalam karya-karya Abu Sa’id  al-Kharraz yang sering dikecam adalah pernyataannya berikut ini ,

“Jika kepada salah seorang di antara tokoh-tokoh mistik ini ditanyakan, “Apakah yang engkau kehendaki,” maka jawabnya “Allah” jika di dalam keadaan seperti ini setiap anggota tubuhnya dapat berkata-kata, maka semuanya akan mengatakan “Allah”, “Allah,” Karena setiap anggota dan sendi-sendi tubuhnya telah bermandikan nur Allah sehingga ia pun hanyut ke dalam Allah. Begitu dekat ia kepada Allah sehingga tak seorang pun dapat mengatakan ‘Allah’ di depannya. Karena segala sesuatu yang bergerak dari realitas kepada realitas dan dari Allah kepada Allah. Karena bagi manusia kebanyakan tidak sesuatu jua pun berasal dari Allah, maka bagaimanakah mereka dapat mengucapkan “Allah”. Di sinilah semua akal dari manusia-manusia yang berpikir berakhir di dalam ketakjuban.”

oooOOOooo

Abu Sa’id  al-Kharraz pernah pula berkata :

“Kepada  semua manusia diberi pilihan, berada jauh atau dekat kepada Allah. Aku sendiri memilih berada jauh dari Allah, karena aku tidak kuat menanggungkan beban kehampiran itu. Secara sama, Lukman pernah berkata : “Kepadaku diberi pilihan, kebijaksanaan atau kesanggupan untuk melihat kejadian di masa mendatang. Aku memilih kebijaksanaan karena aku tidak kuat menanggungkan beban dari kesanggupan melihat ke masa depan itu.”

oooOOOooo

Abu Sa’id  al-Kharraz mengisahkan mimpi-mimpi yang berikut ini :

Pada suatu ketika aku bermipi dua malaikat turun dari langit dan bertanya kepadaku : “Apakah kesetiaan itu?.” Aku pun menjawab, “Memenuhi perjanjian dengan Allah.” Jawabanmu benar.” Malaikat-malaikat itu berkata dan keduanya terbang lagi ke atas langit.

Kemudian aku bermimpi bertemu dengan Nabi, Ia bertanya kepadaku : “Apakah engkau mencintaiku?”. Jawabnya, “Kecintaanku kepada Allah, membuat aku tak sempat mencintaimu,” Kemudian Nabi berkata : “Barangsiapa mencintai Allah sesungguhnya ia mencintaiku pula.”

oooOOOooo

Dalam sebuah mimpi yang lain aku bertemu dengan Iblis. Aku mengambil sebuah tongkat untuk memukulnya. Tetapi di saat itu juga terdengar olehku seruan dari langit : “Ia tidak takut kepada tongkat itu, yang ditakutinya adalah cahaya di dalam hatimu.” Kemudian aku berkata kepada Iblis : “Kemarilah!”. Si Iblis menjawab : “Apalah dayaku terhadapmu? Engkau telah mencampakkan sesuatu yang dapat kugunakan untuk menyesatkan manusia.” Apakah itu?”, tanyaku. “Dunia”, jawabnya. Kemudian ketika meninggalkanku, ia menoleh ke belakang dan berkata :“Ada suatu hal kecil di dalam diri manusia yag dapat kugunakan untuk mencapai tujuanku, “Apakah itu?, aku bertanya. “Duduk bersama dengan para remaja,” jawab Iblis.

Ketika berada di Damaskus, sekali lagi aku bertemu dengan Nabi di dalam mimpi. Sambil di topang oleh Abu Bakar dan ‘Umar, Nabi menghampiriku. Ketika itu aku sedang menyenandungkan sebait syair sambil menepuk-nepuk dada. Nabi berkata kepadaku : “Keburukannya lebih besar dari kebaikannya.” Yang dimaksudnya adalah bahwa seseorang jangan suka bersyair.

oooOOOooo

Abu Sa’id  al-Kharraz mempunyai dua orang putera. Salah seorangnya telah meninggal dunia. Pada suatu malam Abu Sa’id  al-Kharraz bermimpi bertemu dengan puteranya yang telah meninggal dunia itu.

“Nak, apakah yang telah dilakukan Allah terhadapmu?.” Abu Sa’id  al-Kharraz bertanya.

“Dia membawaku ke hadirat-Nya dan banyak memberi kebahagiaan kepadaku.” Jawab puteranya.

“Nak, berilah aku petuah,” Abu Sa’id  al-Kharraz memohon kepada anaknya.

Puteranya menjawab : “Ayah, janganlah berpikiran suram mengenai Allah.”

“Lanjutkanlah!,” minta Abu Sa’id  al-Kharraz.

“Ayah, jika kukatakan niscaya engkau tidak akan sanggup melaksanakannya.”

“Aku bermohon kepada Allah untuk menguatkan diriku,” jawab Abu Sa’id  al-Kharraz.

“Ayah, jangan biarkan sehelai benang pun memisahkanmu dari Allah.”

Diriwayatkan bahwa selama tiga puluh tahun sejak ia bermimpi itu hingga wafatnya Abu Sa’id  al-Kharraz tidak pernah melupakan mimpinya itu.

Sumber: Kitab Tadzkirotul Auliya' karya Fariduddin At-tar.

0 comments:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More